Tuesday, September 9, 2008

An Angry Parent Writes to Kompas

Now parents are beginning to realise that BPK Penabur prioritises income from student fees above educational standards.

Search for 'Penabur' in the Kompas archives and you'll find loads of stories about prize-winning students. Interestingly, the proprietor of Kompas, the respected Jakob Oetomo, started his journalistic career on the tabloid Penabur back in the 50's. That is why I'm surprised at the publication of this letter from a parent.

Dikecewakan BPK Penabur Internasional

Permasalahan diawali saat mendaftarkan anak saya untuk melanjutkan sekolah di kelas VII di Sekolah BPK Penabur Internasional Kelapa Gading, Jakarta Utara, tahun ajaran 2008/2009.

Saat pendaftaran pihak sekolah memberikan spesifikasi/keterangan/janji, antara lain proses belajar berlangsung hingga pukul 12.00 untuk sertifikasi Cambridge saja, atau pukul 14.00 bagi yang mengikuti pelajaran tambahan sesuai muatan lokal.

Guru yang mengajar adalah native speaker atau ekspatriat dengan sertifikasi Cambridge. Jumlah guru adalah dua guru per kelas masing-masing satu guru utama yang native/ekspatriat dibantu satu guru lokal.

Ketika tahun ajaran dimulai saya dikejutkan dengan pelaksanaan belajar-mengajar yang baru selesai pukul 16.35 belum termasuk ekstrakurikuler setiap hari Senin hingga Jumat. Setelah dihujani protes dari para orangtua murid, kemudian sejak 1 Agustus 2008 jadwal diubah menjadi pulang pukul 15.45.

Perubahan jadwal itu dilakukan dengan cara memotong jatah waktu istirahat siswa serta jam masuk sekolah dimajukan ke 07.15 dari 07.30. Lebih parah lagi guru yang mengajar cuma satu guru/kelas dan sebagian besar bukan ekspatriat seperti yang dijanjikan. Bahkan, beberapa guru tidak dapat berkomunikasi lisan secara baik dalam bahasa Inggris sebagaimana seharusnya di sekolah yang menggunakan kurikulum Cambridge dan menyatakan dirinya sekolah internasional.
Dalam perbincangan lewat telepon (15/8), Bapak Yadi dari yayasan dengan arogan menyatakan, memang mulai bulan Maret 2008 telah diputuskan tidak ada lagi sistem dua guru per kelas.

Ini tindakan sewenang-wenang setelah menerima uang registrasi (dibayarkan Februari 2008) sekian banyak terus melakukan perubahan sepihak tanpa mengindahkan janji yang diberikan pada saat penerimaan siswa. Ternyata yayasan/sekolah menghalalkan semua cara untuk mendapatkan siswa.

Sungkono Sadikin
Vila Permata Gading G 17, Jakarta

No comments: